Tuntutan Dua Kalimat Syahadat: Puasa Tidak Akan Terlaksana Sempurna Tanpa Khilafah
Tuntutan Dua Kalimat Syahadat: Puasa Tidak Akan Terlaksana Sempurna aplikasi di tengah-tengah kehidupan masyarakat Tanpa Khilafah
Dua kalimat syahadat (Asyhadu an laa ilaaha illa Allah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah) bukan sekadar pengakuan lisan, tetapi memiliki konsekuensi besar dalam kehidupan seorang Muslim. Salah satu konsekuensinya adalah menegakkan hukum Islam secara menyeluruh, termasuk dalam pelaksanaan ibadah seperti puasa Ramadan.
Namun, puasa tidak akan terlaksana dengan sempurna jika tidak ada Khilafah yang mengatur pelaksanaannya secara kolektif di tengah masyarakat. Begitu pula, penyaluran zakat tidak akan sempurna tanpa institusi yang mengatur distribusinya sesuai dengan ketentuan syariat.
1. Khilafah sebagai Pengatur Pelaksanaan Syariat Islam Secara Totalitas
Allah SWT telah mewajibkan kaum Muslimin untuk menjalankan syariat Islam secara menyeluruh, sebagaimana firman-Nya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah), dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu."
(QS. Al-Baqarah: 208)
Islam tidak hanya mengatur ibadah individu seperti shalat dan puasa, tetapi juga mencakup hukum-hukum sosial, politik, ekonomi, dan pemerintahan. Oleh karena itu, untuk melaksanakan puasa secara sempurna, diperlukan institusi negara Islam (Khilafah) yang bertugas mengatur dan menegakkan hukum-hukum Islam.
2. Peran Khilafah dalam Pelaksanaan Puasa Ramadan
Dalam sejarah Islam, Khilafah memiliki peran penting dalam pelaksanaan puasa Ramadan:
a. Menentukan Awal dan Akhir Ramadan
Dalam Islam, awal dan akhir Ramadan ditentukan dengan ru'yatul hilal (melihat hilal) atau istikmal (menyempurnakan 30 hari bulan Syaban). Hal ini harus ditetapkan oleh pemerintah Islam agar seluruh umat Islam berpuasa dalam satu kesatuan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya. Jika kalian terhalang oleh awan, maka sempurnakanlah bulan Syaban menjadi 30 hari."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Tanpa Khilafah, umat Islam menjadi terpecah dalam menentukan awal dan akhir Ramadan. Saat ini, setiap negara menetapkan hilal dengan metode yang berbeda-beda, sehingga sering terjadi perbedaan dalam memulai dan mengakhiri puasa Ramadan.
b. Menjaga Ketertiban dan Keamanan Ibadah Ramadan
Dalam sistem Islam, Khalifah bertanggung jawab untuk menjaga ketertiban ibadah Ramadan, seperti:
- Menegakkan aturan bagi mereka yang sengaja tidak berpuasa tanpa uzur di depan umum.
- Menyediakan fasilitas untuk ibadah seperti masjid, kajian Islam, dan kegiatan sosial selama Ramadan.
- Mengatur pasar dan perdagangan agar sesuai dengan syariat, termasuk larangan penjualan makanan secara terbuka di siang hari Ramadan.
Tanpa Khilafah, banyak aturan Islam dalam bulan Ramadan diabaikan, seperti maraknya maksiat, hiburan yang tidak islami, dan aktivitas yang merusak suasana Ramadan.
3. Kewajiban Khilafah dalam Penyaluran Zakat
Selain puasa, zakat juga merupakan kewajiban yang harus diatur oleh negara Islam. Tanpa Khilafah, penyaluran zakat kepada 8 asnaf (golongan penerima) tidak akan terealisasi dengan sempurna.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana."
(QS. At-Taubah: 60)
Dalam sistem Khilafah:
- Amil zakat ditunjuk oleh Khalifah untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat secara merata kepada 8 asnaf.
- Tidak ada penyelewengan atau penguasaan zakat oleh kelompok tertentu, karena distribusi diawasi langsung oleh negara.
- Zakat digunakan untuk membantu jihad fi sabilillah, membangun peradaban Islam, dan menegakkan hukum Islam.
Dalam sistem sekuler saat ini, zakat hanya dikelola oleh lembaga-lembaga tertentu tanpa pengawasan negara Islam, sehingga sering kali tidak tersalurkan dengan adil dan merata.
4. Pendapat Para Ulama tentang Wajibnya Khilafah
Para ulama Ahlus Sunnah telah sepakat bahwa Khilafah adalah kewajiban syar'i yang harus ditegakkan untuk melaksanakan Islam secara totalitas.
a. Imam Al-Mawardi (W. 450 H) dalam Al-Ahkam As-Sulthaniyyah
"Mengangkat seorang imam (Khalifah) yang mengatur urusan umat Islam adalah suatu kewajiban yang telah disepakati oleh para ulama."
b. Imam An-Nawawi (W. 676 H) dalam Syarh Shahih Muslim
"Para ulama sepakat bahwa mengangkat seorang Khalifah adalah suatu kewajiban bagi kaum Muslimin, dan tidak boleh dalam keadaan tanpa seorang imam (pemimpin) yang menegakkan syariat."
c. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (W. 728 H) dalam As-Siyasah Asy-Syar’iyyah
"Harus diketahui bahwa mengangkat seorang pemimpin (Khalifah) yang mengatur urusan umat Islam termasuk kewajiban agama yang paling besar, bahkan agama dan dunia tidak akan tegak tanpanya."
Tanpa Khilafah, banyak hukum Islam tidak bisa diterapkan dengan sempurna, termasuk dalam pelaksanaan puasa dan zakat.
Kesimpulan
- Dua kalimat syahadat menuntut kaum Muslimin untuk melaksanakan Islam secara kaffah, termasuk dalam ibadah puasa dan zakat.
- Puasa Ramadan tidak akan terlaksana secara sempurna tanpa adanya Khilafah yang mengatur ketertiban, penentuan hilal, dan keamanan umat.
- Penyaluran zakat kepada 8 asnaf tidak akan terwujud dengan baik tanpa adanya Khalifah sebagai pemimpin yang bertanggung jawab atas keadilan distribusi zakat.
- Para ulama telah sepakat bahwa Khilafah adalah kewajiban, dan tanpanya, banyak hukum Islam tidak bisa ditegakkan dengan sempurna.
Oleh karena itu, kaum Muslimin harus berjuang untuk menegakkan kembali Khilafah agar Islam bisa diterapkan secara menyeluruh, sehingga ibadah seperti puasa dan zakat dapat dijalankan dengan sempurna sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Wallahu a’lam bish-shawab.

Komentar
Posting Komentar